“Maka dirikanlah (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2).
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka” (QS. Al-Hajj: 34).
Kedua firman Allah SWT di atas dengan jelas menerangkan tuntutan umat muslim untuk melakukan qurban. Bagaimana sesungguhnya hukum melakukan qurban?
Mayoritas ulama menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah mu’akkad (utama). Hal ini didukung oleh hadits riwayat Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya yang menjelaskan bahwa qurban hukumnya sunnah bagi semua orang yang mampu, dimanapun ia berada, baik sedang berada di kampung halamannya, dalam perjalanan (musafir), ataupun saat ia melaksanakan ibadah haji.
Maksud dari ‘mampu’ disini ialah masih memiliki kelebihan harta setelah terpenuhinya kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan). Jika orang tersebut masuk dalam kategori mampu namun tidak berqurban, maka hukumnya makruh. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA).
Hukum qurban dalam Islam sendiri dapat menjadi wajib ketika dijadikan nadzar. Karena hukum menepati nadzar adalah wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. Barangsiapa yang bernadzar untuk kemaksiatan kepada Allah, maka janganlah ia melaksanakannya.” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi).
Orang yang melakukan qurban boleh memakan sebagian dari daging qurban. Dalam hal pembagian tersebut disunnahkan untuk dibagi tiga, seperti yang diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asfani bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sepertiga untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga yang fakir miskin dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta” (HR Abu Musa Al-Asfahani).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hukum qurban dalam Islam adalah sunnah mu’akkad, sangat dianjurkan bagi muslim yang mampu. Adapun jika ia mampu namun tidak melaksanakan qurban, maka ia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.