Telah disinggung sebelumnya bahwa donor ASI memungkinkan bayi-bayi tersebut menjadi saudara sedarah. Apa saja syarat mahram susuan? Pada usia berapa dan berapa kadar susuan yang menyebabkan terjadinya mahram susuan?
Usia Bayi Yang Disusui
Susuan yang menyebabkan terjadinya pertalian darah adalah menyusui pada anak di bawah dua tahun. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, “Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali pada umur dua tahun.” (HR. Baihaqi). Hal ini karena bayi di atas dua tahun telah terbentuk sempurna darah dagingnya, sehingga ASI wanita lain yang diasupnya setelah usia itu tidak lagi menjadi makanan pembangun tubuh.
Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Imam Malik rahimahullah, “Seandainya seorang anak telah disapih sebelum usia dua tahun, lalu ada seorang wanita yang menyusui anak tersebut setelah penyapihannya maka tidaklah penyusuan ini menjadikan hubungan mahram karena air susu tadi kedudukannya sudah sama dengan makanan yang lain.”
Kadar Penyusuan
Diriwayatkan dari Aisyah RA, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut) dihapus menjadi lima kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim).
Beliau menyebut ‘lima kali persusuan yang dimaklumi’ sebab memang tidak tertakar pasti berapa jumlah air susu yang diproduksi ibu dan diisap bayi setiap kali menyusu. Sebab produksi ASI juga dirangsang oleh isapan bayi. Semakin kuat dan sering bayi menyusu, produksi ASI juga akan meningkat. Sebaliknya, jika si bayi berhenti menyusu, maka produksi ASI pun akan terhenti dengan sendirinya.
Diriwayatkan oleh Ummul Fadhl RA bahwa, telah datang seorang Arab Badui menemui Rasulullah. Badui itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku dahulunya punya seorang istri, kemudian aku menikah lagi. Istri pertamaku mengaku telah menyusui istriku yang baru dengan satu atau dua isapan.” Mendengar hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak mengharamkan (karena susuan) satu isapan dan dua isapan.” (HR. Muslim).
Namun makna ‘isapan’ ini pun masih diperdebatkan para ulama lagi. Ulama salaf dan khalaf memaknainya sebagai isapan harfiah, yaitu masuknya puting ke mulut bayi. Sedangkan ulama-ulama Syafi’iyah memaknai ‘satu isapan dan dua isapan’ sebagai satu atau dua kali menyusui hingga bayi benar-benar kenyang. Walaupun bayi tersebut melepaskan puttng karena bernapas, menangis, atau bermain. Dengan logika, ASI bagi bayi adalah seperti porsi makan bagi orang dewasa. Sehingga yang dihitung bukan jumlah suapan dan jumlah porsinya, melainkan sampai dengan hilangnya lapar akibat rasa kenyang.
Pendapat ini bersandar dengan hadits Rasulullah SAW. Suatu ketika Beliau menemui ‘Aisyah, di sisi ‘Aisyah ada seorang lelaki yang sedang duduk. Beliau tidak suka melihat hal itu dan terlihat kemarahan di wajah Beliau. ‘Aisyah pun berkata, “Wahai Rasulullah! Dia saudara laki-lakiku sepersusuan.” Rasulullah menanggapinya dengan menyatakan,“Perhatikanlah saudara-saudara laki-laki kalian sepersusuan. Karena penyusuan yang teranggap adalah ketika air susu mencukupi dari rasa lapar.” (HR. Bukhari & Muslim). Wallahu’alam.