Kultum: Menjaga Lisan
Bersama Dr. Miftah Faridl
Rasulullah SAW bersabda, salah satu anggota badan yang banyak menyebabkan manusia celaka dan binasa hingga masuk neraka adalah lidah. (HR. Tirmidzi). Beliau menyebutkan ada banyak kejahatan lisan. Oleh karena itu Beliau berpesan, hendaklah seseorang mampu mengendalikan lidah. Pepatah Arab berbunyi, keselamatan manusia banyak ditentukan oleh kemampuan dirinya mengendalikan lidah. Sehingga Nabi Muhammad SAW bersabda, berkatalah kamu yang benar dan baik. Jika kamu tidak bisa berkata benar dan baik, maka lebih baik diam. (Dari Abu Hurairah RA, RA Bukhari). Semakin banyak bicara, semakin banyak peluang kepada dosa.
Walaupun begitu, Islam mengajarkan, lisan dapat pula memuliakan seorang manusia. Yaitu disebutkan dalam Alquran Surat Al Fushilat ayat 33, siapa lagi orang yang lebih baik lisannya selain yang selalu mengajak kepada kebaikan? Di dalam Alquran, Allah beberapa kali melarang beberapa perbuatan lisan, misalnya saja dalam Surat Al-Hujurat ayat 11, antara lain memperolok-olok, sebab bisa jadi orang yang diperolok-olok lebih mulia di sisi Allah daripada kita; menghina orang lain; memanggil dengan panggilan-panggilan yang menyakitkan perasaan; dan bergunjing. Inilah beberapa contoh dosa lidah. Namun Islam menyediakan beragam ‘aktivitas lidah’ agar lisan kita bermanfaat, ada doa, dzikir, shalawat, dan nasehat,
Pada umumnya, ucapan seseorang merupakan cerminan kualitas dirinya. Kualitas diri yang baik mestinya menjadikan lisan kita hanya mengucapkan hal-hal baik. Begitu juga sebaliknya. Puasa Ramadhan ini seyogyanya juga dilengkapi dengan perbaikan lidah. Yang membatalkan puasa memang makan dan minum, namun lisan dapat meghapuskan pahala puasa kita banyak disebabkan oleh lidah: menggunjung, berbohong, caci-maki, sehingga puasa kita hanya menghasilkan lapar dan dahaga.
Seorang muslim hanya berbicara jika membawa manfaat. Bicaranya tidak menyakitkan dan merugikan orang lain. Islam memperbolehkan kita bercanda yang baik, salah satunya untuk mengakrabkan hubungan. Dengan begini, maka bercanda kita adalah bercanda yang baik. Tapi jika candaan kita berbau penghinaan terhadap fisik, misalnya, ini tidak diperbolehkan. Karena itu merupakan ciptaan Allah SWT. Humor mestinya datang dari kecerdasan kita, bahkan kalau bisa menjadi media kritik, nasehat, dan perintah. Sehingga pihak yang dituju tidak merasa digurui, tidak tersinggung, dan tidak merasa diperintah.
Marilah kita perbanyak tadarus, dzikir, dan doa, untuk meminimalisir peluang kita melakukan kejahatan lisan. Kesimpulannya, Ramadhan harus juga jadi ajang pembuktian pengendalian lisan kita, yaitu hanya bicara yang manfaat, bicara yang benar, dan bicara yang baik saja.