“Terdapat empat hal yang harus kita kembangkan dalam hidup. Urutannya adalah diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat” – Dr.Hj. Tuti Alawiyah AS, MA.
Kartini bagi saya tak pernah mati. Ia hidup kembali di banyak jiwa-jiwa wanita hebat masa kini. Salah satunya ditemukan pada sosok Ibu Tuti Alawiyah, rektor Universitas Asy-Syafiiyah yang pernah menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selama dua periode.
Bukan tanpa alasan saya menyebutnya sebagai Kartini masa kini, di usianya yang memasuki 74 tahun ia masih aktif di berbagai bidang seperti bidang pendidikan, sosial, dan dakwah. Selama 37 tahun ia mengasuh anak yatim dengan total 300 orang. Ia pun masih memimpin BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim), sebuah badan yang mengurus dakwah di berbagai pelosok daerah. Tak hanya di Indonesia, tapi juga di beberapa negara lain.
“Kita hidup tidak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk orang lain. Kita, perempuan dan laki-laki terlahir memiliki tujuan yang sama yaitu berdakwah menyebar kebaikan dan amal ma’ruf nahi munkar”, ungkapnya.
Dalam mencapai tujuan ini, mungkin banyak perbedaan yang terasa antara peran wanita dan pria. Tapi yang paling nyata adalah dari sisi emosional dan pembagian waktu. “Kebanyakan wanita itu memang emosional. Tapi kita tidak bisa marah-marah atau sedih terus. Biasa-biasa sajalah, tak usah berlebihan.”
Ia pun menjelaskan bahwa wanita memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik generasi penerus. Baginya, yang terpenting adalah quality time dengan anak. Saat anak-anaknya masih kecil, ia sering membawa mereka mengikuti kegiatan dakwahnya. Di sana anak diajak untuk memahami bahwa hidup itu tidak bisa egois hanya memikirkan diri sendiri, juga bahwa hidup adalah perjuangan untuk menyebar manfaat.
Putri bungsunya, Syifa Fauzia yang merupakan ketua Hijabers Community mengungkapkan, “Sejak dulu, ibu menanamkan bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain, tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga bagaimana membagi waktu antara keluarga dan aktivitas. Sebagai wanita kita juga tidak boleh terkungkung, kita harus tetap beraktivitas menebar manfaat untuk lingkungan dan masyarakat. Dari kecil saya sering dibawa mama pergi untuk pidato atau ceramah di majelis taklim. Meskipun sibuk, mama tetap meluangkan waktu untuk makan bersama dan jalan-jalan. Di situ jadi quality time kita untuk berdiskusi tentang banyak hal. Saat saya kuliah di luar negeri pun, saya dan mama tetap berkomunikasi dengan baik. Mama tetap menyemangati. Jadi saya tidak kehilangan support dan peran ibu di hidup saya meski mama sibuk.”
Pendapat tersebut dibenarkan oleh Ibu Tuti, “Bagi saya, yang penting kualitas bukan kuantitas. Saya mungkin tidak memiliki banyak waktu untuk bertemu anak. Tapi saya menyediakan waktu yang diwajibkan untuk berkumpul, misalnya untuk shalat maghrib dan isya berjamaah. Saat berkumpul itu, saya menanyakan kabar mereka Juga berdiskusi mengenai kesulitan-kesulitan mereka di sekolah. Kita harus tetap memperhatikan pergaulan anak. Dengan siapa mereka bergaul akan mempengaruhi perilakunya.”
Kemudian ia menambahkan, “Selain menjadi ibu yang baik, tidak ada salahnya bagi wanita untuk memiliki kegiatan di luar rumah. Asalkan ia memiliki tujuan yang benar yakni untuk berdakwah, dan membangun sesuatu yang bermanfaat. Sekarang ini, banyak wanita berkegiatan di luar rumah, tapi hanya untuk hura-hura saja bahkan hanya untuk menjadi pusat perhatian. Kita harus hati-hati. Menjadi wanita harus pintar memagari diri.”
Benar saja, jika niatnya sedikit menyimpang, wanita mudah diterpa fitnah. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, mudah bagi wanita untuk menjadi bahan gunjingan. Wanita harus berhati-hati dalam berperilaku, dan tetap menjadikan agama sebagai sumber pelajaran. Karena Islam sudah sempurna.
“Kita memiliki tauladan yang pasti. Yakni wanita-wanita di zaman Rasul. Ada Khadijah, perempuan mandiri, Aisyah perempuan cerdas yang merupakan pe-rawi nomor dua, juga Hadjar yang merupakan perempuan tangguh dan kuat. Kita memiliki key figure yang sempurna.” Ujarnya.
Barisan tokoh perempuan tersebut yang sangat menginspirasi Ibu Tuti Alawiyah dalam perjuangannya selama ini. Sosok wanita kuat dan inspiratif bagi umat, tetapi tetap menjaga kehormatan diri dengan baik. Hal ini memang tidak mudah. Mengembangkan diri, sekaligus memagari diri menjadi perjuangan yang berat.
Tapi inilah batas yang membedakan seperti apa wanita yang hebat. Jika ada keinginan dan tekad yang kuat untuk mencoba dan berusaha, insya Allah kita bisa mengikuti jejak wanita-wanita hebat ini. Semoga kita bisa mengoptimalkan diri untuk menjadi wanita yang bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat, serta berada di barisan kartini-kartini masa kini. Amin ya Rabbal alamin.