Shalat Menjadi Sumber Kebahagiaan Wahyu, Muallaf asal Skotlandia

Dale Andrew Collins-Smith atau Wahyu Soeparno Putro lahir di Skotlandia, namun tumbuh di Australia. Tidak pernah mengenal orang tuanya, orang tua asuh Wahyu percaya pada Tuhan namun tidak memeluk agama apapun. Wahyu mulai memilih agamanya ketika masuk sekolah dan harus memilih mata pelajaran agama. Wahyu kemudian memilih Buddha karena merasa cocok dengan ajarannya. Agama Buddha menurutnya paling jauh dari kekerasan. “Selain itu, di sekolah tidak ada guru agama Buddha. Jadi pelajarannya lebih santai dan cukup membaca buku secara mandiri,” urai Wahyu terkekeh. Sampai hijrah ke Indonesia, Wahyu masih menjadi umat Buddha.

IMG_20150623_122033

Pengalaman Ramadhan di Yogyakarta memantik ketertarikan Wahyu pada Islam. Dia tahu mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, namun ketika Ramadhan, Wahyu mendapati umat Islam jauh lebih aktif beribadah. “Yang biasanya tidak salat di hari-hari biasa, ketika Ramadhan pun pasti salat. Saya jadi penasaran ada apa dengan bulan Ramadhan? Kenapa semua orang berubah di bulan ini?” tanya Wahyu menirukan keheranannya.

Ketika mendalami Islam namun belum menjadi mualaf, Wahyu mulai belajar gerakan salat. Saat bersujud, Wahyu merasakan ada zat baru yang masuk ke dalam dirinya. Sebuah sensasi yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. It’s so overwhelming hingga ketika menceritakannya kembali, mata Wahyu berkaca-kaca karena hatinya bergetar. “Saya merasa diri saya adalah cangkir kosong, dan ketika sujud rasanya terisi pelan-pelan.” Padahal ketika itu, Wahyu tidak membaca apa-apa, hanya Allahuakbar saja. Tiba-tiba Wahyu merasa tenang, bahagia, dan damai. Perasaan yang tidak dapat diungapkan dengan kata-kata. Sampai sekarang Wahyu masih ingat persis kenikmatannya. Wahyu berpikir, pantas saja orang-orang mau salat secara rutin karena memang kenikmatannya bikin ketagihan. Hingga sekarang, Wahyu merasa rugi sekali jika melewatkan salat. Pria kelahiran 28 Juli 1963 ini mengucap syahadat pada 1999, namun kembali bersyahadat untuk keperluan sertifikat dan paper works pada 2003.

ATT_1433899219250_IMG_20150526_061953

Salah satu pengalaman unik Wahyu tentang salat adalah pernah suatu waktu syuting non-stop hingga hampir 36 jam. Kemudian dia memiliki jeda waktu 1.5 jam untuk beristirahat. Tentu saja Wahyu memutuskan memanfaatkannya untuk tidur. Tapi belum juga mata Wahyu terpejam, adzan Dzuhur berkumandang. Entah mengapa Wahyu tidak bisa tidur dan gelisah sekali sehingga dia tidak jadi tidur dan memutuskan untuk salat. “Saya takut kalau saya tetap tidur, waktu Dzuhur akan terlewat. Menundanya pun saya merasa takut,” kata Wahyu.

Wahyu ‘gemas’ dengan orang-orang yang lebih beruntung terlahir dalam Islam, paham konsep ibadah, namun tidak mau mengamalkannya. Selain itu banyak orang berbuat keji mengatasnamakan Islam. “Banyak isu kekerasan di dunia barat mengatasnamakan Islam. Sebagai muslim dan orang barat, saya suka bertanya-tanya, orang yang mengatasnamakan Islam tapi membunuh kaum muslim, atau kelompok Islam garis keras yang benci terhadap orang barat? Tapi saya yakin Allah SWT pasti melindungi saya,” tutup Wahyu seraya tersenyum.

Text: Hafsya Umar