Hukum Menjamak Salat

Terdapat beberapa kondisi tertentu yang membolehkan muslim untuk menjamak shalat. Dalam hukum Islam, ketentuan ini telah diatur dengan sangat rapi. Kondisi-kondisi tersebut di antara lain yaitu:

1. Dalam perjalanan panjang dan memenuhi jarak minimal

Pendapat sebagian ulama berbeda dalam menentukan jarak minimal. Ketentuan utamanya yaitu perjalanan tersebut harus perjalanan ke luar dari kota tempat tinggalnya dengan niat sengaja untuk mengadakan perjalanan, dan bukan perjalanan maksiat.

2. Berada di Arafah dan Muzdalifah saat melaksanakan ibadah Haji.

Bagi kaum muslimin yang sedang melaksanakan ibadah Haji, disyari’atkan untuk menjamak shalat fardu ketika berada di Arafah dan di Muzdalifah. Seperti dalil dalam hadits berikut ini:

Dari Abi Ayyub al-Anshari ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`.”

3. Ada sesuatu halangan atau keperluan yang mendesak.

Jika seseorang terjebak dalam kondisi darurat yang tidak memungkinkannya untuk mengerjakan shalat pada waktunya, maka diperbolehkan untuk menjamak shalat. Misalnya, seorang dokter yang sedang melakukan tindakan operasi, terjebak macet di tol.

4. Sakit

Jika menderita sakit yang tidak memungkinkan untuk bergerak terlalu banyak maka diperbolehkan untuk menjamak shalat.

Bagaimana dengan kesibukan pekerjaan? Bolehkah menjamak shalat yang tertinggal karena pekerjaan?

Mayoritas ulama memandang hal tersebut bukanlah hal yang diizinkan untuk menjamak shalat saat harus bekerja. Hal ini tergantung pada keadaan saat itu. Jika waktu shalat tiba sebelum pekerjaan dimulai. Maka kamu wajib mengerjakan shalat pada awal waktu sebelum beraktivitas. Sedangkan jika waktu shalat baru tiba di tengah kesibukan pekerjaan, jika memungkinkan untuk mengerjakan shalat maka wajib hukumnya .

Namun demikian, ada beberapa kelonggaran yang dikemukakan oleh ulama. Menurut ulama bermadzab Sunni, menjamak shalat itu diperbolehkan, yaitu menjamak shalat Zuhur bersama Ashar atau sebaliknya dan Maghrib bersama Isya atau sebaliknya, asalkan ada uzur yang mendesak. Misalnya, pekerjaan yang menyulitkan jika ditunda, menjaga orang yang sedang sakit keras, dan sebagainya. Selanjutkan ditegaskan bahwa: “Menjamak yang dimaksud tidak boleh dijadikan kebiasaan”, yakni tidak boleh kerap kali dilakukan.

Lebih baik usahakan mengatur waktu dan meyakinkan atasan atau rekan kerja tentang kewajiban shalat yang hanya butuh waktu beberapa menit saja. Jika terpaksa dan kamu tidak dapat memperoleh pekerjaan yang memungkinkanmu shalat pada waktunya, maka jamaklah sesekali, tapi jangan dibiasakan. Allah berfirman:

“Bertakwalah kepada Allah semaksimal kemampuan kalian.” (QS. At-Taghabun: 16)

Sumber:

Buku 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui oleh Quraish Shihab,

dan berbagai sumber.