Maulana Jalaluddin Rumi lahir dengan nama Jal?l ad-D?n Muhammad Balkh? di Balkh (sekarang wilayah Afganistan) pada 30 September 1207 M. Orang tuanya adalah warga Persia dan penutur asli bahasa Persia. Ibunya adalah Mumina Khatun, sedangkan ayahnya bernama Bahaduddin Walad, yang merupakan seorang ahli ilmu agama, ahli hukum dan juga ahli ilmu spiritual. Ketika Rumi lahir, ayahnya berprofesi sebagai guru.
Karena tumbuh di keluarga yang taat agama, sejak kecil Rumi mengisi hari-harinya dengan berbagai ilmu agama dan ilmu spiritual. Rumi dan keluarganya meninggalkan Balkh ketika bangsa Mongol melakukan invasi di wilayah Asia Tengah antara tahun 1215-1220. Keluarganya mengungsi bersama beberapa kelompok pelajar yang merupakan murid ayahnya. Mereka bermigrasi dan berpindah-pindah antara lain Baghdad, Damaskus, Erzinkan, Malatya, Sivas, Kayseri, Nigde, hingga Mekkah. Setelah dari Mekkah, Rumi dan kelompoknya menetap di Konya (sekarang wilayah Turki bagian barat) atas undangan pemimpin Anatolia ‘Al?’ud-D?n Key-Qob?d. Anatolia merupakan wilayah dari Kesultanan Seljuk Rûm. Di sana, Bahaduddin menjadi kepala sekolah agama. Di Konya pula Rumi memperoleh nama Jalaluddin Rumi, yang sebenarnya berarti Jalaluddin orang Rum atau Jalauddin dari Rum. Oleh para pengagumnya, Rumi lebih sering disebut Mevlana/Maulana yang merupakan panggilan kehormatan untuk ulama besar sufi. Mevlana/Maulana juga berarti tuan kami.
Rumi menimba ilmu dari ayahnya dan Sayyed Burhan ud-Din Muhaqqiq Termazi. Di bawah bimbingan Sayyed Termazi inilah, Rumi belajar tentang ilmu sufi. Antara lain rahasia jiwa dan dunia ini. Setelah Bahaduddin meninggal di tahun 1231 M, Rumi melanjutkan posisi sang ayah sebagai seorang guru agama, Imam, dan penceramah di Konya pada usia 24 tahun.
Selain pengaruh ayahnya, Rumi juga banyak mendapat pengaruh dari syair-syair sufi karya Attar dan Sanai. Sebagaimana tertuang dalam salah satu syairnya, “Attar adalah jiwa, dan Sanai adalah kedua matanya. Sedangkan kita datang setelah Attar dan Sanai.” Kendati sudah menjadi guru agama dan spiritual yang termasyur, perjumpaannya dengan pengembara Shams Tabrizi pada 1244 M lah yang menjadi titik balik perjalanan spiritual Rumi. Keduanya bersahabat dekat, bahkan sebagian menyebut Rumi berguru kepada Shams.
Sayangnya, ketika Shams terbunuh ketika mengunjungi Damaskus. Salah satu isu yang berkembang ketika itu, Shams dibunuh salah satu murid Rumi yang tidak menyukai kedekatan keduanya. Dirundung kesedihan yang mendalam, Rumi mengekspresikan rasa dukanya dalam berbagai bentuk musik, tarian, dan syair. Termasuk Tari Sufi Berputar (Whirling Dervishes Dance) yang identik dengan budaya Islam dan Sufi khususnya negara Turki. Tarian ini bahkan kini telah terdaftar sebagai salah satu Warisan Kebudayaan UNESCO. Sedangkan karya-karya besarnya di bidang sastra antara lain tertuang dalam Kitab Masnawi, Fihi Ma Fihi, dan Divan-e Shams-e Tibrizi.
Maulana Jalaluddin Rumi wafat pada 17 Desember 1273 di Konya. Beliau dimakamkan bersebelahan dengan makam ayahnya. Mausoleum untuk menghormati sosok Beliau masih ramai dikunjungi hingga hari ini. Kendati raganya telah tiada, namun Jalaluddin Rumi masih terus hidup melalui karya-karyanya dan majelis-majelis pengikut serta pengagum Beliau di berbagai belahan dunia.