Miranda, 30 tahun, mengerutkan dahinya ketika dia menyadari uangnya “menguap” lebih cepat dari seharusnya. Selidik punya selidik, ternyata sebulan ini dia banyak melakukan meeting diluar bersama kliennya. Ya, semenjak dia mendapatkan promosi jabatan di kantor, frekuensi meeting menjadi meningkat, dan itu berarti budget meeting harus direvisi.
Apakah pengalaman Miranda itu sesuai dengan kamu?
Pos entertainment atau meeting bersama klien dalam rangka pekerjaan memang tanpa disadari akan menguras kantongmu. Untuk itu perlu disiasati agar tidak kebobolan. Coba cek pertanyaan dibawah ini:
Apakah kamu meeting dengan klien dalam rangka tugas kantor?
Apakah hampir setiap meeting di luar kantor kamu akan membayarkan bill-nya?
Adakah fasilitas dari kantor untuk biaya entertainment klien seperti ini?
Jika mayoritas jawaban kamu adalah ‘ya’, maka kamu seharusnya tidak perlu khawatir. Tinggal memanfaatkan fasilitas biaya entertainment dari kantor sebaik mungkin. Bisa jadi bentuk fasilitas tersebut berupa reimbursement. Kamu hanya perlu mengumpulkan bonnya, dan tagihkan ke kantor setiap bulannya. Artinya, kamu hanya ‘menalangi’ sementara. Kamu bisa gunakan pos dana darurat kamu untuk menalangi biaya ini. Begitu reimbursement dari kantor diterima, kamu masukkan kembali dalam pos dana darurat. Pastikan bahwa semua biaya yang dikeluarkan sebesar reimbursement yang diterima. Jika tidak, maka dana daruratmu akan berkurang sedikit demi sedikit. Untuk itu, penting kamu mengetahui bagaimana kebijakan kantormu dalam mengakomodasi biaya entertainment klien ini.
Beda lagi dengan Ratih, 36 tahun. Setelah pindah ke kantor baru dengan posisi lebih bergengsi dari kantor sebelumnya, Ratih nyaris tidak bisa menolak ketika teman-teman barunya mengajaknya ‘ngopi-ngopi’ cantik di Starbucks nyaris setiap sore, atau makan siang di restoran fancy di mall. Ujungnya, komposisi menabung Ratih tetap sama dari segi nominal meskipun gajinya naik lebih tinggi.
“Gengsi dong, masa ‘boss’ bawa bekel tiap hari!”
“Waduhh..masa makan siang bareng anak buah tapi enggak bayarin bill-nya. Nanti jadi omongan sekantor!”
Biasanya, komentar seperti diatas adalah komentar yang membuat kamu merasa mendapat justifikasi untuk pindah level ke lifestyle yang lebih tinggi karena posisimu naik atau gajimu naik.
Percaya deh, sudah jadi hukum alam, ketika gaji naik maka pengeluaran kita pun akan ikutan naik. Kamu akan merasa, “Aku pantas mendapatkan gaya hidup yang lebih baik atas kerja kerasku selama ini.” Sah-sah saja merasa demikian, asaaaaaal…kamu telah menghitungnya dengan cermat!
Ya, seperti halnya kita menghitung berapa kenaikan gaji kita, maka kitapun harus menghitung berapa ongkos tambahan yang akan keluar dengan kenaikan tersebut. Mungkin yang biasanya makan siang di warteg jadi pengen makan siang di resto fancy. Sesekali sih tidak apa-apa. Tapi kalo tiap hari?
Kamu bisa menggunakan tips sederhana dibawah ini sebagai panduan kamu dalam mengelola cashflow bulanan:
Pos menabung >> minimal 10% dari gaji bulanan. Sebaiknya ini dilakukan segera setelah gajian diterima, dialokasikan dalam tabungan terpisah.
Pos cicilan >> maksimal 30% dari gaji bulanan
Pos lifestyle >> setidaknya 20% dari gaji bulanan. Yang termasuk pos ini seperti biaya pulsa telepon, hobi, baju, sepatu, tas, salon, pijat, makan siang, biaya kongkow, TV cable, kosmetik dan parfum, langganan majalah/koran, membership bulanan, vitamin yang tidak diganti oleh kantor, dll.
Pos biaya hidup >> setidaknya 40% dari gaji bulanan. Yang termasuk pos ini seperti biaya kos, biaya transportasi, bensin/parkir/tol, listrik, gas, belanja groceries, pengeluaran anak-anak, gaji sopir/pembantu, sedekah, dll.
Panduan diatas tidak mengikat, kamu bisa menggunakan subsidi silang antar pos pengeluaran. Misal, kamu tidak memiliki cicilan bulanan, maka kamu bisa menggunakan pos cicilan itu untuk menambah porsi menabung dan porsi lifestyle, misalnya. Dengan pengaturan seperti itu, maka kamu dapat menikmati gaya hidup yang kamu inginkan tetapi juga dapat berinvestasi untuk masa depanmu sendiri.
Sabotage Alert!
Kamu merasa paham betul dengan panduan cashflow diatas tapi kamu juga sukses berat setiap bulan menyabotase porsi menabung kamu untuk menambal biaya lifestyle kamu yang menggelembung?
Percayalah, ketika kamu memutuskan untuk ‘boros’ maka pos yang akan kamu korbankan adalah pos menabung. Kamu tidak mungkin menggunakan pos biaya hidup karena itu adalah ongkos untuk bertahan hidup sampai gajian bulan berikutnya, kan.
Kamu bisa coba tips berikut untuk membantumu ‘kembali ke jalan yang benar’
Pertama, jujur pada diri sendiri: are you living the life you deserve?
Banyak diantara kita yang menikmati gaya hidup yang belum sepantasnya kita nikmati. Misal, kita berpenghasilan Rp 5 juta per bulan tapi gaya hidup kita selayaknya mereka yang berpenghasilan Rp 10 juta per bulan. Jika ini yang terjadi, no wonder kita tidak bisa menabung bahkan mungkin terjerat utang kartu kredit.
Jika kita belum ‘mampu’ ngopi di kafe fancy tiap sore, please stop it. Jangan memaksakan diri otherwise you will bleed your own finance.
Kedua, stick to the budget!
Ayo, buat budget-nya! Makan siang di resto fancy sesekali tidak apa-apa. Atur saja, misal, 3x dalam seminggu kamu makan siang di resto fancy dengan budget maksimal Rp 100 ribu per kedatangan. Untuk cemilan, kamu bisa bawa bekal cemilan sehat dari rumah semisal potongan buah segar. Selain lebih murah juga lebih sehat.
Ketiga, commit.
Sebagus apapun kamu menyusun budget, tidak ada artinya jika tidak dilaksanakan, kan. Jadi, kamu perlu komitmen yang kuat untuk bisa menetapi budget tersebut. Coba ingat-ingat kembali, apa sih tujuan kamu menabung setiap bulan? Pastinya kamu menabung untuk sesuatu yang bermanfaat dimasa mendatang, seperti dana DP rumah/apartemen, dana DP mobil, dana liburan, dana tas bermerek, dana pensiun, dana modal bisnis, dll. Memangnya kamu rela dana DP apartemen impianmu dibobol gara-gara kamu kebablasan makan siang di resto fancy tiap hari?
Untuk membuatmu ‘kembali berjejak di bumi’, keep asking this:
Are you living the life you deserve?
Salam,
Eka Agustina, CFP