Sejarah Outerwear di Dunia Fashion

Sejarah terus berulang, tidak terkecuali di dunia fesyen. Tak dapat dipungkiri, beberapa fashion items yang sempat nge-hits beberapa tahun lalu justru kembali menjadi tren saat ini. Salah satunya berbagai model outerwear yang tak pernah lekang oleh masa.

Seperti roda yang terus berputar. Begitulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan tren di dunia fesyen. Ingat saat celana flare high waist yang sempat booming di era ‘70an kembali menjadi favorit beberapa tahun lalu? Atau siapa yang menyangka ketika jelly sandals yang kita punya saat kecil dulu malah kembali jadi tren saat ini.

Rasanya tidak berlebihan jika menganggap outerwear adalah salah satu fashion statement yang tak akan pernah ketinggalan jaman. Bagaimana tidak? Bukan hanya menjadi salah satu must-have-items bagi para pecinta fesyen, beragam model outerwear terus hadir dengan segala perkembangannya dari masa ke masa. Para desainer terus berlomba dalam menciptakan outerwear yang tak hanya berfungsi melindungi tubuh, tetapi juga dapat membantu untuk terlihat stylish.

Tahukah kamu bahwa outerwear itu sebenarnya sudah muncul pertama kali sejak zaman sebelum masehi? Meski belum ada bukti otentik, namun dipercaya bahwa nenek moyang kita di masa Paleolithic adalah orang pertama yang mengenakan outerwear sebagai pakaian. Saat itu outerwear dibuat dengan bahan dasar bulu binatang. Mungkin saat itu mereka tidak mengenakannya sebagai fashion statement, tapi lebih kepada kebutuhan, yaitu untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin.

Seiring berjalannya waktu, outerwear pun ikut mengalami perkembangan. Baik dari segi model, penggunaan bahan maupun tujuannya. Di Yunani, baik pria maupun wanita menggunakan balutan kain panjang dari bahan wol atau linen yang disebut “himation”.  Di Roma, pakaian jenis ini biasanya dipakai berbarengan dengan mantel diatas toga oleh kaum pria di abad kedua. Bagi para prajurit, outerwear yang mereka kenakan disebut “chlamys” yang terbuat dari bahan kain berbentuk persegi yang dibalut disekitar lengan kiri dan disematkan dibawah tangan kanan. Ada pula outerwear berbentuk mantel yang disematkan pada kedua bahu atau di leher yang sekarang lebih dikenal dengan istilah “cape”. Atau “poncho cape” yang merupakan kain berbentuk persegi dengan bagian tengah yang bolong untuk memasukkan kepala.

Di negara-negara Eropa di abad 18, cape, cloaks atau mantel adalah sebutan yang umum digunakan untuk outerwear. Baik pria maupun wanita dari segala usia dan kelas ekonomi mengenakan outerwear di kesehariannya. Namun yang membedakannya hanyalah variasi bentuk dan penggunaan material bahan. Contohnya, orang dari kalangan atas mengenakan cape yang dipadankan dengan bulu binatang untuk menghangatkan tubuh dan juga sebagai penanda status sosialnya. Para aristokrat baik pria maupun wanita di abad 15 dan abad 16 menggunakan coat yang menyerupai gaun sebagai outerwear. Lukisan Henry VIII dari tahun 1530-an memperlihatkan potretnya mengenakan outerwear sepanjang lutut dengan bagian depan terbuka.

Perubahan yang paling signifikan pada outerwear di dunia fesyen itu baru mulai terlihat jelas pada abad 18 dan 19. Dimana coat lengan panjang dan jaket mulai menggantikan posisi cape sebagai alternative model outerwear, baik bagi pria maupun wanita.

Para wanita di masa itu mengadaptasi elemen pakaian pria saat berkuda. Hanya saja pakaian wanita berupa jaket pas tubuh sepanjang pinggul yang dipadankan dengan rok. Tentu saja outerwear ini didesain khusus agar nyaman dikenakan saat berkuda dan juga cocok dikenakan untuk pakaian sehari-hari.

Mengingat bagaimana tren di dunia fesyen yang terus berputar, maka sungguh tak heran jika sewaktu-waktu model yang sempat ngetren sebelumnya kembali berulang di masa yang akan datang.

Bukan hal yang mengejutkan pula jika ada karya desainer yang menyerupai satu sama lainnya. Karena bisa jadi para desainer tersebut terinspirasi dari hal yang sama. Contohnya, tren parka yang sempat kembali booming beberapa waktu lalu. Banyak desainer yang mengeluarkan model parka lewat koleksinya. Namun tiap desainer memasukkan sentuhan karakter yang berbeda kedalam karyanya.

Parka sendiri berasal dari bahasa Rusia yang berarti “jaket bulu rusa”. Layaknya outerwear pada umumnya yang bertujuan untuk menghangatkan tubuh dari cuaca dingin, suku Inuit di Kutub Utara bisa mengenakan hingga dua parka sekaligus. Namun pada Perang Dunia II, para tentara Amerika mengadaptasi parka tersebut dengan bahan katun dan warna-warna army.

Meski awalnya outerwear digunakan untuk melindungi tubuh dari dingin, namun seiring perjalanan waktu banyak desainer yang merancang outerwear dengan bahan yang ringan sehingga cocok digunakan oleh orang yang tinggal di negara beriklim tropis. Oleh karena itu, fungsi utama outerwear mulai bergeser menjadi fashion statement bagi para fashionista terutama bagi wanita muslimah yang berhijab. Outerwear tidak hanya berfungsi untuk menutupi lekuk tubuh tetapi juga dapat menjadi fashion items tambahan agar terlihat lebih stylish.

Temukan outerwear sesuai karakter dan kebutuhanmu hanya di www.HijUp.com