Pasangan Ario dan Nucha menemui cobaan sulit mendapat keturunan. Enam bulan setelah menikah pada 15 September 2012, Nucha belum juga mengandung. Keduanya kemudian memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit di Jakarta, hasilnya Nucha mengalami Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Sel telur Nucha sudah cukup banyak, tapi tidak cukup besar untuk dibuahi. Kendati telah meminum vitamin dan mengikuti anjuran dokter, tak juga membuahkan hasil.
Pasangan ini kemudian pindah ke rumah sakit lain di Jakarta. Keduanya menjalani serangkaian tes, namun hasilnya baik-baik saja. Sperma Ario pun tidak bermasalah, tapi hormon Nucha dinyatakan tidak seimbang akibat stres. Nucha aktif mengajar di sebuah universitas swasta Jakarta, bekerja di salah satu lembaga riset terbesar Indonesia, sekaligus konsultan politik. Enam bulan program tanpa hasil, pasangan ini berlibur ke Australia untuk menyegarkan pikiran. Yang paling membuat frustrasi adalah mereka totally clueless dengan apa masalahnya. “Pada masa-masa ini, setiap Nucha menstruasi, kami pergi makan malam di sebuah restoran Perancis di Cipete. Kemudian Nucha menangis di situ. Saya terharu karena hati saya hancur melihatnya bersedih,” kenang Ario.
Nucha yang merasa kesalahan ada pada dirinya melakukan riset sendiri yang menuntunnya pada imunologi. Kunjungan ke salah satu spesialis imunologi menemukan tubuh Nucha membangun antibodi yang ‘menolak’ sperma Ario, sehingga pembuahan tak kunjung terjadi. Biaya hingga enam digit per kunjungan, beragam pantangan pun rela mereka lakoni demi kehadiran buah hati. Di sini pula dokter menemukan masalah pada sperma Ario. Ternyata Ario memiliki Varicocele yaitu varises (pembengkakan pembuluh darah) di skrotumnya hingga grade III. Pada tahap ini, sperma Ario tercemar oleh sisa pembuangan ginjal dan harus dioperasi saluran urinnya agar tak mengganggu produksi sperma. Dokter juga menyarankan Nucha menjalankan laparoskopi untuk membuang sumbatan di tubafalopinya. Sampai di sini, pasangan ini sepakat mencari second opinion ke Penang, Malaysia.
Dokter di Penang, Malaysia justru menemukan diagnosis yang amat berbeda dengan semua dokter di Jakarta. Nucha tidak mengidap PCOS, imbalanced hormone, tidak ada sumbatan di tubafalopi-nya, sehingga Nucha dapat berovulasi dengan normal. Kunjungan pertama dengan dokter ini tidak membahagiakan buat Ario. Karena ternyata kualitas sperma Ario masih sangat buruk. Keduanya diminta kembali lagi satu bulan kemudian untuk laparoskopi dan cek kualitas sperma Ario.
Sebulan kemudian, kualitas sperma Ario membaik karena pola hidup sehat yang dia jalani (tidak merokok, minum alcohol, makan sehat, dan berolahraga). Hasil laparoskopi Nucha juga tidak menemukan ganggung berarti yang langsung ditangani di check-up kali ini. Dokter kemudian menyarankan keduanya melakukan inseminasi jika dalam tiga bulan keduanya tidak juga hamil secara alami.
Menariknya, kata Ario, dokter di sini tidak memberikan ‘aturan baku’ untuk Ario dan istri berhubungan seksual. “Dia bilang, tidak usah menghitung berapa hari sekali, berapa kali seminggu, just make love. Kami jadi sadar, hubungan suami-istri belakangan ini adalah ‘membuat anak’, terasa sebagai ‘kewajiban’ saja. Kami sibuk menghitung masa subur, tertekan untuk hamil, sehingga tidak benar-benar menikmatinya,” kata Ario. Ketika Nucha bertanya soal mungkinkah mereka hamil secara natural, dokter menenangkan dengan berujar, “You don’t have to calculate everything, Nucha. It’s not your job. Just make love.”
Akibat kesibukan keduanya, Ario dan Nucha tidak sempat kontrol ke dokter di Penang walau sudah lebih dari tiga bulan kemudian. Inseminasi harus dilakukan H+1 menstruasi Nucha, sehingga mereka menunggu Nucha datang bulan untuk kembali ke Penang. Namun hingga tiga minggu, Nucha tak kunung menstruasi. Dua setengah tahun ditipu false alarm, tanpa berpikir apapun, mereka membeli testpack dari dua merek berbeda. Hasilnya? Dua garis!
Ario dan Nucha menangis terharu. Dua garis yang ditunggu, yang tak pernah disangka Ario akan dilihatnya, akhirnya datang juga. Keduanya kemudian memastikan ke dokter kandungan, hasilnya Nucha benar-benar positif hamil. Ario mengakui ada banyak hikmah yang dia petik dari peristiwa ini, misalnya manajemen tekanan. Dengan berusaha tanpa tekanan harus berhasil, pasangan ini justru berhasil melakukan pembuahan secara alami.
Selanjutnya, it was never one thing. Tidak ada satu rumah sakit, satu dokter, satu pengobatan, atau usaha single-handed dari satu pihak. Keberhasilan ini adalah collective effort. Ario dan Nucha sama-sama berusaha hidup sehat, berolahraga, memeriksakan diri secara rutin, ini berkaitan dengan team work. Jangan menggerutu ketika pasangan mengajak melakukan ini itu, come up with a new theory, dan semacamnya. “Kami percaya tidak ada perjuangan yang sia-sia, pasti membawa kebaikan,” kata Ario.
Terakhir, don’t give up. Jangan memaksakan kehendak, tapi jangan juga menyerah. Percayalah pada kekuatan cinta satu sama lain. “Pernikahan kan hubungan yang dipersatukan Allah, untuk ibadah kepada Allah, masa iya sih tidak diberkahi?” Tanya Ario retoris. Ario berpesan kepada para suami untuk belajar menafikan egonya. Memang berat mengakui lelaki sebagai faktor infertilitas. Namun menyembunyikannya atau menolak berobat, sama sekali bukan solusi.
Text: Hafsya Umar