Memandang Bisnis & Wanita Menurut Syariat Islam

kajian_kita_2-1360051377-link

Dokumentasi from : Google

Bagaimana menjalankan bisnis menurut syariat Islam dan bagaimana Islam memandang perempuan yang bekerja?

Islam menempatkan kerja keras mencari nafkah sebagai bagian dari amal shaleh, ibadah, khifarat penghapus dosa dan jihad di jalan Allah. Salah satu ajaran penting dalam islam adalah seorang muslim hendaklah gemar bekerja keras, tekun dan sungguh-sungguh melaksanakan tugas serta berusaha untuk bisa menolong dan meringankan orang lain

Nabi SAW menyatakan orang yang bekerja keras mencari nafkah pundaknya lecet dengan penghasilan yang tidak seberapa jauh lebih mulia disisi Allah daripada mereka yang kerjanya minta-minta. Beliau juga berpesan bagaimanapun orang yang memberi, lebih terhormat daripada orang yang diberi.

Pada umumnya Al-Quran berbicara secara global, namun untuk masalah harta, Al-Quran berbicara secara detail terutama pada masalah hukum waris. Pada masalah ini, Al-Quran berbicara rinci dan tuntas.

Untuk mendapatkan kekayaan, Islam mengatur dengan 4 cara:

1. Menerima warisan

2. Menerima pemberian

3. Memperoleh penemuan

4. Bekerja mencari nafkah

Namun, rizki yang paling berkah adalah rizki yang diperoleh dari hasil bekerja.

Dari 10 pintu rizki yang diberikan Allah kepada umat manusia, 9 diantaranya diberikan kepada pebisnis. Nabi sendiri adalah seorang pebisnis sejak usia muda, dari umur 12 tahun. Nabi berdagang hingga Syam (Syria). Di umur 24 tahun, Nabi sudah menjadi pedagang yang sukses. Nabi kemudian melakukan sinergi dengan seorang wanita kaya, Siti Khadijah dalam bentuk pernikahan di umur 25 tahun.

Al-Quran sendiri berbicara banyak tentang norma-norma dan etika bisnis. Ayat terpanjang pada surat terpanjang ini, berbicara tentang utang piutang. Sebuah bisnis hendaklah dilakukan dengan baik. Artinya bisnis tidak boleh berlebih-lebihan, tidak boleh riba, tidak boleh tipu menipu, mengandung perjudian atau pun bentuk-bentuk bisnis yang dapat mencelakakan orang lain, merusak lingkungan atau menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan lain.

Kewajiban mencari dan memberi nafkah dibebankan kepada suami-ayah. Tapi islam tidak melarang istri atau ibu mencari nafkah sepanjang tidak melahirkan fitnah dan tidak mengorbankan kewajiban utama yaitu sebagai istri dari suaminya.

Sumber from : Laiqa Magazine