Makna Ibadah Haji

makna ibadah haji

Ibadah haji merupakan bentuk ibadah istimewa di antara syariat yang lain. Ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup, waktunya hanya sekali dalam setahun selama lima sampai enam hari (tanggal 8-12 atau13 Dzulhijjah). Ibadah haji juga dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan. Mulai dari miqat (tempat memulai niat beribadah haji), kemudian Masjidil Haram, Mina, Arafah, dan Muzdalifah. Selain itu, pakaiannya pun istimewa, yaitu ihram yang sesuai dengan ketentuan syariat: dua helai kain tanpa jahitan untuk laki-laki, tidak boleh menutup kepala, serta tidak memakai alas kaki yang menutup dua mata kaki. Sedangkan untuk perempuan, berpakaian menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

Hikmah ihram adalah hakikat kesetaraan umat manusia di hadapan Allah. Perlambang kesederhanaan, kesamaan, kesucian, tanpa identitas-identitas kebangsaan, kebesaran, dan atribut eksklusif lainnya. Dalam keadaan berihram, kita tidak diperbolehkan untuk mencabut tumbuh-tumbuhan atau membunuh hewan buruan. Mereka yang berihram berlatih mencintai lingkungan, mendidik seorang untuk menjadi rahmat, kasih sayang kepada fauna dan flora sebagai wujud rahmatan lil’alamin. Kalimat talbiyah diulang berkali-kali guna memantapkan tekad dan karakter unggul. Kami datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, puji hanya milik-Mu, kenimatan sepenuhnya anugerah dari-Mu, kekuasaan juga adalah milik-Mu.Haji menawarkan pengalaman batin yang dapat mengantarkan kita pada satu kesadaran luhur sebagai seorang hamba. Pengalaman batin itu diperoleh melalui rangkaian ibadah nan sarat makna. Di tengah lautan sekitar tiga juta manusia dari seluruh dunia, kita tak memiliki daya upaya apapun kecuali atas pertolongan Allah yang bersumber dari energi spiritual kita. Allah senantiasa menolong dan memberikan jalan keluar bagi mereka yang berniat kuat melaksanakan segala perintah-Nya sesuai dengan contoh para utusan-Nya. Di sinilah kadar keberpasrahan kita sebagai makhluk lemah dalam genggaman kuasa-Nya diuji.

Proses ibadah haji semacam perjalanan hidup yang dipadatkan. Thawaf melambangkan perjuangan hidup dengan berbagai cara. Kita bisa saja berjalan cepat mengelilingi Ka’bah, tapi pasti penuh tantangan menembus jamaah lain. Bisa juga kita berjalan lambat yang lebih santai, tapi kita akan terbawa arus jamaah-jamaah lain. Tidak ada yang benar atau salah, asalkan semuanya berjalan di jalan tauhid yang dilambangkan dengan Ka’bah. Sa’I melambangkan perjuangan keras lari antara dua bukit yang harus ditempuh oleh seseorang untuk memperoleh anugerah Allah yang dilambangkan dengan air zam-zam. Jumroh melemparkan tujuh batu dengan ucapan Allahu akbar rojman lissyayathin wa ridlon lirohman (Allah Maha Besar, terkutuk setan, dan aku mengharap ridho Allah) melambangkan usaha yang sungguh-sungguh melemparkan karakter-karakter yang tidak baik yang ada pada tujuh anggota badan: kedua tangan, kedua kaki, kedua lutut, dan satu wajah. Jumroh juga menguji determinasi kita menyelesaikan ibadah secara santun tanpa melukai orang lain yang berebut, berdesak-desakan, sekaligus menguji kesabaran.

Puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah. Proses ini ibarat sebuah drama kolosal, yakni refleksi peristiwa kemanusiaan. Kesempatan kita untuk merenungi perbuatan dalam diri untuk sungguh-sungguh bertaubat. Berkumpulnya kita di Arafah merupakan ‘gladi resik’ berkumpulnya manusia di Padang Mahsyar di akhirat nanti, yaitu ketika semua amal dan perbuatan kita dihisab. Haji mabrur pahalanya adalah surga. Haji yang mabrur adalah yang mampu mempertahankan kualitas spiritualnya sebagaimana ketika di Mekkah, yaitu seolah-olah Allah SWT ada di hadapan kita, melihat segala perbuatan kita. Namun bagi yang belum berkesempatan menunaikan ibadah haji, tidak perlu khawatir. Sebab Islam menyediakan ladang amal tak kalah luasnya melalui berbagai ibadah wajib dan sunnah: salat, puasa, sedekah, sepanjang tahun yang dapat kita lakukan di mana saja, kapan saja.

Text: Miftah Faridl

Photo: Dok. Istimewa