Key Lesson in Brand Building, from The Experience of Cambridge Satchel Bag

brand-building-cambridge-satchel

Teks: Diajeng Lestari

CEO www.HijUp.com

Beberapa waktu lalu saya sempat bertandang ke kota Hangzhou, China untuk mengikuti sebuah conference mengenai “Women & Entrepreneurship”. Di hari pertama, ada dua sesi pararel pembicara. Pada sesi di ruang pertama diisi oleh Jessica Alba; aktris Hollywood sekaligus Founder Honest.com, e-commerce yang menjual segala macam kebutuhan bayi. Sementara di ruangan kedua diisi oleh Julie Deane; founder dari Cambridge Satchel Bag. Di tahun 2013, Julie berhasil membukukan revenue sebesar ?13 million atau sekitar 200 Milyar Rupiah.

Saya sempat bimbang ingin mengambil sesi yang mana, karena Jessica tentunya lebih popular, namun saya memutuskan untuk ikut sesi Julie. Julie membagi kisahnya dalam membangun bisnis tas tradisional Inggris itu. Berawal saat salah satu anaknya mengalami kasus bullying di sekolah. Ia berniat memindahkan anaknya ke sekolah yang lebih baik, namun ternyata biayanya sangat mahal. Akhirnya Julie membuat daftar yang berisi 10 hal yang bisa ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Para peserta yang hadir sempat dibuat kaget ketika Julie tiba-tiba menangis, tapi dengan cepat ia mengontrol kembali emosinya. Ia pun kembali ceria mempresentasikan materinya. Julie menceritakan bagaimana kedua anaknya menjadi motivasi terbesarnya, bagaimana proses memulai bisnisnya, bagaimana kepeduliannya terhadap kualitas produk yang ia jual hingga bagaimana strategi-strateginya dalam memasarkan produknya.

Diakhir sesi, salah satu peserta bertanya, bagaimana dia bisa bersaing dengan berbagai merek besar dalam memasarkan produknya. Jawaban Julie disini sangat relevan untuk diaplikasikan oleh para designer Indonesia yang mencoba mengembangkan brand fashion. “Ketika kita memiliki produk yang terbaik, dan kita melayani customer dengan sebaik-baiknya, maka kita otomatis membangun sebuah brand. Brand terbangun dari “bawah” dan perlu proses untuk membangun brand, tidak instan”. Kurang lebih begitulah jawabannya.

Julie Deane dan ‘Cambridge Satchel Bag’-nya adalah satu contoh brand yang memulai dari bawah seperti kebanyakan brand fashion lokal Indonesia. Julie memulai bisnisnya di meja dapur, dan sekarang telah sukses menjadikan produknya sebagai fashion item yang diburu banyak orang. Julie telah sukses membangun brand-nya.

Belajar dari Julie dalam membangun brand, saya melihat bahwa fokus yang diarahkan bukan hanya pada “selling product“. Fokusnya adalah bagaimana membuat customer atau target market merasakan experience terbaik saat “bersentuhan” dengan brand tersebut dan bagaimana menciptakan sensasi nostalgia saat memakai tas khas anak sekolahan tersebut. Julie juga sukses membuat sebuah kolaborasi dengan Vivian Westwood untuk membuat sebuah inovasi produk dan menjaga kualitas yang ditawarkan. Ketulusannya untuk menjalin hubungan baik dengan para customer-nya, dan seluruh energi yang ia fokuskan pada bisnis tersebut adalah salah satu spirit yang patut kita contoh.

Bukan sekedar image, logo, dan produk, tapi lebih dari itu, yaitu keseluruhan experience. Dari kisahnya, saya belajar bahwa membangun brand tidak berhenti ketika awareness sudah cukup dengan banyaknya influencer atau artis yang memposting produknya di Instagram dengan sukarela, atau banyaknya media atau blogger yang meliput. Membangun brand adalah sebuah proses panjang dan mutlak memerlukan continuous improvement. Membangun brand artinya menjadikan produk yang ditawarkan memiliki “nyawa” dan ikut menjadi bagian hidup yang “mencerahkan” dalam kehidupan konsumennya.

Foto: Dok. Google