Kesederhanaan dari Ilmu Ikhlas

Ada yang bilang ikhlas adalah ilmu tingkat tinggi, sehingga tidak mudah menguasainya. Tapi percayakah kamu, kalau ilmu ikhlas sebenarnya amat sederhana?

Pengorbanan jika kita terjemahkan secara bebas adalah perbuatan atau aksi kita yang mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Contoh sederhananya, ketika kamu lelah sepulang bekerja, dimarahi atasan, target yang tidak terkejar, bertengkar dengan orang tersayang, akhirnya kamu dapat kursi di kereta. Tapi kemudian seorang ibu menggendong satu anak dan menggandeng satu anak lain di tangan kirinya, dengan belanjaan di tangan kanan. Ada kepentinganmu yaitu lelah dan hari yang berat, sehingga berdiri di perjalanan pulang is the last thing you ever wanted to do. Tapi kamu juga menyadari, si ibu lebih membutuhkan kursi itu karena dia lebih kewalahan dari kamu. Maka kamu memberikan kursi itu untuknya, dengan resiko pegal kaki, pegal hati dan pikiran yang mendera pula. Inilah bentuk sederhana pengorbanan.

Islam mencontohkan sebuah pengorbanan agung melalui Nabi Ibrahim AS. Beliau mendapat wahyu dari Allah SWT untuk menyembelih putera kesayangan yang telah diidamkannya sejak muda. Ketika Nabi Ismail AS lahir, Nabi Ibrahim AS berusia 86 tahun. Bisa dibayangkan betapa sayangnya Nabi Ibrahim AS pada putranya. Tapi sebagai manusia biasa, mungkin kita tidak akan mencapai level kemuliaan seperti Beliau. Namun baik kita sadari atau tidak, banyak peristiwa keseharian yang merupakan ujian keikhlasan dan kesediaan kita untuk berkorban.

Demi orang-orang tertentu, kita akan bersedia berkorban. Mulai dari meluangkan waktu, jauh-jauh menemui mereka, memberikan hadiah-hadiah kecil sebagai wujud perhatian dan kasih sayang, serta masih banyak lagi. Namun tak kalah pentingnya dengan pengorbanan itu sendiri adalah keikhlasan. Ikhlas erat kaitannya dengan ketulusan. Tulus adalah ketika melakukan sesuatu tanpa mengharap apapun, without any ulterior motives. Kita membantu seseorang, murni untuk meringankan kesulitannya. Bukan supaya dianggap baik, agar orang tersebut merasa berhutang budi, apalagi untuk menanam ‘karma baik’ supaya orang lain pun berbuat baik pada kita. Lalu adakah kunci-kunci menggapai keikhlasan?

Ikhlas merupakan ilmu tingkat tinggi karena hampir tidak mungkin manusia bertindak tanpa motivasi yang menguntungkan dirinya atau minimal berdasarkan sesuatu yang dia anggap benar. As cliché as it sounds, percaya atau tidak, ilmu ikhlas sama sekali tidak rumit.

1. Prinsip utama keikhlasan adalah ‘lakukan dan lupakan’.

Kita tidak perlu mengingat, menghitung, apalagi mengungkit perbuatan tersebut.

2. Dan yang juga tak kalah krusial dalam ilmu ikhlas adalah jangan pernah ‘merasa’ ikhlas.

Sering kita dengar ungkapan teman-teman dalam curhatnya ‘aku ikhlas.’ Jika masih ada ucapan bahkan terlintas di pikiran seperti ini, keikhlasannya masih belum sempurna. Maka pengorbanannya hanya akan menjadi keluh-kesah, perbuatannya hanya sebatas amalan ‘pedagang’ yang mengharapkan balasan. Sedangkan kita yang melakukan tidak mendapat apa-apa selain kesal dan umpatan dalam hati.

3. Ada baiknya kita meluruskan niat kita sebelum bertindak untuk orang lain. Pertolongan yang kita tunaikan sebenarnya bukanlah berasal dari kebaikan hati kita, melainkan atas rahmat Allah SWT. Sedangkan Allah SWT amat pemilih dalam mencurahkan rahmat-Nya, namun Dia memilih kita sebagai perpanjangan tangan-Nya untuk menolong sesama. Jika pengorbanan kita bersumber dari kerendahan hati sebagai makhluk fana seperti ini, jangankan mengharapkan balasan atau mengungkit, ‘terpilih’ oleh Allah saja sudah merupakan anugerah luar biasa.

Cukuplah Allah SWT sebagai sebaik-baiknya pengadil amal perbuatan. Dia Yang Maha Baik lagi Maha Bijaksana.

Teks: Hafsya Umar