Hilal Ramadhan

penampakan-hilal-ramadhan

Penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri hampir setiap tahun jadi kontroversi. Silang pendapat ini seakan jadi ‘agenda tetap’ umat Muslim. Apa yang sebenarnya terjadi?

Kalender Hijriyah yang jadi dasar penetapan awal Ramadhan merupakan kalender qomariyah yang berbeda dengan kalender masehi (Januari-Desember). Kalender qomariyah dihitung berdasarkan peredaran bulan, sedangkan penanggalan masehi (kalender syamsiyah) dihitung berdasarkan peredaran matahari mengorbit bumi dalam satu kali putaran penuh (365-366 hari).

Kalender hijriyah terdiri dari 12 bulan pula, dimulai Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’idah, dan terakhir Dzulhijjah. Jumlah hari dalam satu bulan Hijriyah berkisar antara 29-30 hari, dengan total 354 hari setahun. Berbeda dengan pergantian hari kalender masehi yang dimulai pada pukul 00.00, pergantian hari kalender Hijriyah terjadi saat terbenamnya matahari.

Dalam penetapan kalender, dikenal tiga istilah yaitu hilal, rukyat, dan hisab. Hilal adalah bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya bulan baru pada arah dekat matahari terbenam. Biasanya pengamatan hilal dilakukan pada hari ke-29 setiap bulan. Pengamatan hilal terbagi menjadi dua, rukyatul hilal (berdasarkan pengamatan mata langsung) dan wujudul hilal (jika bulan tidak terlihat, maka digunakan perhitungan astronomis). Posisi bulan ini yang kemudian menjadi landasan ditetapkannya awal bulan Hijriyah.

Kedua perhitungan hilal ini sama benarnya, dengan landasan dalil masing-masing. Rukyatul hilal yang berlaku di Nahdlatul Ulama (NU) berpegangan pada hadits Rasulullah SAW, “Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadhan, dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat awal bulan puasa. Apabila tertutup awan, maka genapkanlah hitungan (30 hari).” (HR. Muslim). Sedangkan argumen wujudul hilal dari golongan Muhammadiyah adalah konteks turunnya hadits yaitu keterbatasan teknologi zaman tersebut. Selain itu, Allah SWt berfirman dalam Surat Yunus ayat 5, “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.”

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang maupun alat bantu optik. Tantangan rukyat adalah intensitas cahaya rembulan yang amat redup, karena bulan tidak memancarkan cahayanya sendiri, melainkan memantulkan cahaya matahari. Ukuran hilal juga amat tipis, tidak sejelas menyingsingnya matahari. Apabila hilal tidak terlihat pada petang hari ke-29, maka awal bulan ditetapkan pada maghrib berikutnya.

Hisab berasal dari Bahasa Arab yang secara harfiah berarti perhitungan. Dalam konteks penanggalan Hijriyah, hisab merupakan perhitungan astronomis untuk memperkirakan posisi bulan dan matahari. Posisi bulan menentukan penetapan penanggalan, dan posisi matahari menentukan waktu salat. Sebagaimana termaktub dalam Surat Yunus ayat 5 yang telah disebutkan di atas.

Indonesia mengenal kriteria penetapan awal bulan Hijriyah melalui Musyawarah Menteri-Menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Kemudian Departemen Agama dibantu Badan Hisab Rukyat melakukan rukyat, dan merumuskan hasilnya dalam sidang itsbat yang kita ketahui sekarang.

Adapun perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, Idull Adha, dan lain-lain juga terjadi di negara mayoritas muslim lain. Namun selain di Indonesia, pemerintah punya keputusan mutlak yang berlaku bagi seluruh rakyatnya. Sehingga apabila Menteri Agama, Sultan, Presiden, atau Raja telah mengumumkan hasil siding itsbat, maka itulah yang berlaku secara menyeluruh. Namun di Indonesia, keputusan Menteri Agama dipulangkan lagi kepada pribadi masing-masing untuk ikut keputusan golongan atau pemerintah.

Foto: Dok. Google