Hijab, dalam bahasa Arab memiliki arti ‘pemisah’. Secara kontekstual, hijab adalah kain yang digunakan sebagai penutup aurat mulai dari kepala hingga kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Saat ini hijab diidentikkan dengan jilbab yang merupakan penutup kepala dan dada. Hijab sering dipandang sebelah mata karena kesalahpahaman dalam memahami maksud penggunaan hijab. Banyak kritikus tak menyetujui penggunaan hijab dikarenakan mereka menganggap hijab adalah bentuk pengekangan terhadap wanita. Namun sesungguhnya menutup aurat adalah perintah yang diturunkan langsung oleh Allah dan tercantum di dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 59:
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dari ayat tersebut juga dapat diambil kesimpulan bahwa hijab merupakan identitas wanita muslim dan bentuk perlindungan diri dari gangguan. Sebagai identitas diri, hijab seharusnya tidak menjadi pembatas dan pengekang bagi wanita muslim untuk melakukan aktivitasnya. Begitu pula dengan orang-orang di sekitarnya yang perlu memahami bahwa hijab bukan sekedar hiasan dan aturan yang harus dipatuhi namun sejatinya merupakan identitas diri para wanita muslim. Sehingga pemakaian hijab tidak seharusnya menjadikan seorang wanita terdiskriminasi dan kesulitan mengakses atau melakukan kegiatan yang disukainya.
Mengenai pemakaian hijab dalam beraktivitas, beberapa negara membuat peraturan khusus. Dan tak sedikit negara yang melarang wanita untuk mengenakan hijab di tempat kerja, sekolah, tempat olahraga, hingga tempat umum lainnya. Tak hanya aturan suatu negara yang menghalangi wanita untuk berhijab, aturan beberapa federasi olahraga bahkan dengan tegas menuliskan aturan tentang hijab. Seperti yang tercantum dalam peraturan International Basketball Federation (FIBA), Peraturan Tiga Pasal 4 tentang Tim, poin 4.4 tentang Perlengkapan Lainnya tertulis:
“4.4.2. Pemain tidak boleh memakai perlengkapan (benda-benda) yang dapat menyebabkan pemain lain cedera. Antara lain: tutup kepala, aksesori rambut, dan perhiasan.”
Karena aturan inilah banyak pemain basket wanita yang memakai hijab terhambat perkembangan karir mereka. Seperti yang dialami oleh pebasket profesional wanita asal Indonesia Raisa Aribatul Hamidah. Mengawali karir basketnya sejak usia 14 tahun, wanita berhijab yang lahir di Ponorogo ini harus menahan loncatan karirnya yang pesat hanya karena aturan FIBA yang tidak mengizinkannya melaju ke kompetisi Internasional. Berada dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi dan menaati aturan Islam, Raisa telah mengenakan hijab sejak kecil. Dan dia ingin terus mempertahankannya sampai kapanpun. Sempat dianggap aneh, Raisa membuktikan dirinya dengan terus memenangkan berbagai kejuaraan bersama timnya, Surabaya Fever. Kemampuannya terus mendapat pengakuan dengan diangkatnya Raisa sebagai kapten Surabaya Fever. Penyandang posisi shooting guard ini ingin terus mengembangkan karirnya di dunia basket profesional dan tetap memperjuangkan hak wanita berhijab dalam bidang olahraga. Dalam petisinya untuk presiden FIBA, Raisa menyinggung tentang FIFA yang telah menghapuskan aturan tentang penggunaan hijab dalam pertandingan sepakbola.
Tak hanya Raisa, gerakan untuk memperjuangkan hak wanita berhijab dalam dunia basket profesional telah dijalankan oleh pebasket wanita asal Amerika Serikat dan Bosnia. Bilqis Abdul Qaadir adalah pebasket profesional wanita Amerika yang beragama Islam. Dia memulai karirnya bermain basket sejak kelas 8. Tak hanya dikenal sebagai pebasket berhijab dan menutup tubuhnya, Bilqis merupakan pemain dengan segudang prestasi. Dia berhasil memecahkan rekor pebasket Rebecca Lobo dalam mencetak skor lebih dari 3000 poin selama sekolah menengah atas. Pada tahun 2009 Bilqis mendapatkan penghargaan sebagai Player of the Year dari sebuah brand minuman berenergi. Selain prestasinya di lapangan, Bilqis membuktikan diri juga berprestasi di bangku kuliah dengan gelar Magna Cum Laude yang disandangnya saat lulus dari University of Memphis. Karir basketnya terus memuncak di Amerika Serikat dan dia ingin mengembangkan karir Internasionalnya ke Eropa. Namun, lagi-lagi karena aturan FIBA yang melarang mengenakan penutup kepala, Bilqis harus menahan diri. Dia tak ingin kepercayaan menghalangi karir basketnya begitupun sebaliknya, aturan basket tak boleh menghalanginya tetap berhijab. Bilqis pun memulai kampanye untuk memperjuangkan hak wanita berhijab di dunia basket.
Sosok lain dari dunia basket yang juga memperjuangkan hak wanita berhijab dalam kompetisi basket profesional adalah Indira Kaljo. Wanita asal Bosnia ini memutuskan mengenakan hijab setelah 2 tahun terjun dalam dunia basket profesional. Saat akan memperluas karis basketnya, Indira harus terkendala oleh aturan FIBA yang melarang wanita berhijab untuk bertanding. Namun, aturan ini tak menahannya untuk terus berkarya dan berprestasi dalam dunia basket profesional.
Ketiga wanita ini memiliki kesamaan yaitu pebasket profesional yang terus berkarya dan berprestasi tanpa meninggalkan identitas dirinya sebagai wanita muslim. Hijab adalah identitas mereka, basket adalah dunia yang mereka cintai. Mereka dapat mempertahankan keduanya.
Bagi kamu wanita berhijab, bukan halangan bagimu untuk terus berkarya di bidang apapun yang kamu jalani dan berprestasi maksimal disana. Hijab tak menjadi halangan untuk berprestasi, sedangkan kegiatan apapun tak menjadi halangan untuk mempertahankan hijabmu. Berani untuk melakukan perubahan sebagai wanita berhijab. Dare to empower change!