Baju Lebaran Menurut Islam

Hari Raya Idul Fitri selalu identik dengan baju baru. Ungkapan ini dapat kita temukan hingga pada lagu anak-anak. Berbelanja baju baru seakan menjadi tradisi menyambut Lebaran di Indonesia. Sebagaimana dapat kita lihat pasar, mall, begitu ramai dipadati pembelanja bahkan sejak Ramadhan.

Para produsen fashion dan tempat perbelanjaan beramai-ramai menggelontorkan diskon-diskon menarik bertemakan Idul Fitri. Pertanyaan “Sudah beli baju Lebaran belum?” begitu lazim menghiasi percakapan sehari-hari kita.

Namun ironisnya, baju baru berkembang menjadi salah satu elemen penting dari Idul Fitri, bahkan menyamai ketupat, Salat Id, mudik, dan lain-lain. Sebenarnya bagaimana hukum baju baru Lebaran menurut Islam? Idul Fitri adalah hari raya besar dalam Islam. Umat Islam hanya mengenal dua perayaan setiap tahun, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Dari Anas RA,

“Ketika Nabi Muhammad SAW datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha (hari Nahr).” (HR. An-Nasai).

Sehingga jelas melalui dalil ini, bahwa pada Idul Fitri, umat Muslim memang harus menyambutnya dengan suka cita penuh kegembiraan.

Imam Al-Bukhari dalam bukunya meriwayatkan sebuah hadits Abdullah bin Umar RA berkata,

“Umar RA mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah , kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, belilah jubah ini dan berhiaslah dengannya untuk hari raya dan menyambut tamu.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di Hari Kiamat).’”

Islam memang mengharamkan pria mengenakan pakaian dari sutera, namun dari hadits ini dapat kita tangkap sunnah untuk berhias mengenakan pakaian terbaik di hari raya Idul Fitri sebagai bagian dari suka cita kita menyambut Lebaran.

‘Kegelisahan’ akan baju baru Lebaran rupanya telah ada sejak zaman penyebaran Islam. Sebagaimana diriwayatkan sesungguhnya Umar bin Khattab RA pernah melihat putranya memakai baju yang usang pada Hari Raya, lalu Umar menangis, sehingga putranya bertanya, “Apa yang membuat ayah menangis?”

Umar berkata, “Hai anakku, aku khawatir kalau hatimu menjadi susah di hari raya ini, ketika teman-temanmu melihatmu memakai baju usang itu”. Putranya berkata, “sesungguhnya hanya hati orang yang kehilangan ridha Allah yang merasa bersedih atau orang yang berani kepada Ibu atau bapaknya. Dan sesungguhnya aku benar-benar mengharap ridha Allah berkat ridha ayah padaku”.

Sebagaimana hakikatnya sebuah sunnah, maka berhias diri pada hari raya Idul Fitri mendapat pahala, dan meninggalkannya tidak berdosa. Pakaian terbaik pun tidak harus selalu yang baru. Di sinilah umat Islam harus bersikap wara’ (waspada, mawas diri), karena iblis menyusupi hawa nafsu kita untuk menjadi konsumtif dan boros. Dari Wahab bin Munabbih RA,

“Sesungguhnya iblis memekik histeris pada setiap hari raya, lalu anak buah iblis berkumpul mengerumuninya dan bertanya, ‘Hai tuan kami, apakah yang menyebabkan kemarahan Anda?’

Iblis berkata,

‘Sesungguhnya Allah SWT benar-benar telah mengampuni umat Muhammad SAW pada hari ini. Maka kamu sekalian harus berusaha keras dengan segala macam kelezatan dan kesenangan nafsu.’”

Termasuk di antara kesenangan nafsu Idul Fitri adalah boros berbelanja, bermewah-mewahan, hingga terlalu banyak makan. Naudzubillahi min dzalik…